Tapak Jejak Sejarah Bugis di Tanah Tengah Soppeng


Soppeng, 26 Desember 2025 
Desa Kebo, sebuah wilayah di Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng, menyimpan jejak penting dalam lintasan sejarah Bugis. Desa ini bukan sekadar kawasan agraris yang dilintasi Sungai Walennae, tetapi juga tercatat dalam ingatan kolektif dan manuskrip kuno Bugis sebagai wilayah yang pernah menjadi pusat kekuasaan dan simpul genealogi bangsawan pada masa lampau.

Di Dusun Watan Lompulle, Desa Kebo, terdapat kawasan yang oleh masyarakat adat dan sejumlah peneliti sejarah Bugis diyakini sebagai wilayah yang dahulu disebut Lompo Ale, yang bermakna “arus besar”. Istilah ini tidak semata menunjuk pada aliran air, tetapi melambangkan kekuatan, pergerakan, dan dinamika peradaban Bugis yang tumbuh di sekitarnya.

Manuskrip Bugis klasik menyebut wilayah ini sebagai Tanah Tengnga (tanah tengah), yakni pusat kekuasaan lokal tempat seorang bangsawan Bugis bernama La Pottobune pernah menduduki tahta. La Pottobune dikenal sebagai ayah dari La Tenritatta Arung Palakka, tokoh sentral dalam sejarah Sulawesi Selatan abad ke-17 yang pengaruhnya melampaui batas wilayah Soppeng.

“Pusat tanah tengnga itu berada di wilayah Dusun Watan Lompulle sekarang. Itu bagian dari Desa Kebo. Manuskrip Bugis menyebut posisi kekuasaan Aru Tana Tengnga yang tidak diragukan berada di sini,” ungkap seorang tokoh masyarakat setempat yang masih memegang kuat tradisi lisan leluhur.

Posisi strategis Desa Kebo semakin diperkuat oleh keberadaan Sungai Walennae, yang sejak dahulu dikenal sebagai jalur vital pergerakan masyarakat Bugis. Sungai ini berfungsi sebagai “jalan air” yang menghubungkan wilayah pedalaman Soppeng dengan Bone dan Wajo, menjadikan kawasan ini simpul ekonomi, politik, dan budaya.

Tak hanya sebagai pusat kekuasaan, Dusun Watan Lompulle juga menyimpan jejak genealogi penting bangsawan Bugis. Di wilayah ini terdapat makam La Mallarangeng Datu Lompulle, seorang bangsawan Bugis yang tercatat sebagai suami We Tenri Leleang. Dari garis keturunan inilah kemudian lahir generasi-generasi penerus yang kelak menghiasi dan mewarnai panggung sosial serta politik Sulawesi Selatan, baik dalam struktur adat, pemerintahan lokal, hingga peran strategis di masa modern.

Seiring perkembangan administrasi pemerintahan, wilayah yang dahulu dikenal sebagai satu kesatuan Lompulle kini terbagi menjadi dua desa: Desa Kebo di Kecamatan Lilirilau dan Desa Lompulle di Kecamatan Ganra. Namun secara historis dan kultural, pusat kehidupan, kekuasaan, serta jejak genealogi masa lampau tetap merujuk pada wilayah Desa Kebo, khususnya di Dusun Watan Lompulle.
Hingga hari ini, masyarakat Desa Kebo masih menjaga dan melestarikan tradisi lisan serta kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun. 

Nama-nama tempat, kisah raja, silsilah bangsawan, serta nilai-nilai Bugis seperti siri’ na pacce dan pangadereng terus hidup dalam ingatan kolektif warga.
“Desa Kebo bukan hanya bagian dari peta administratif, tetapi bagian dari peta sejarah Bugis. Di sinilah arus besar itu dulu mengalir melahirkan kekuasaan, keturunan, dan nilai-nilai yang jejaknya masih terasa hingga hari ini.”

Sumber: Rubrik Sejarah – walennae.com

0 Komentar